Pages

Kamis, 09 Oktober 2014

Abu Nawas Pindahkan Istana ke Gunung



Baginda Raja tergelitik memindahkan istananya di atas gunung. Ia ingin bisa menikmati pemandangan sekitar tanpa harus pergi ke tempat yang jauh. Tanpa membuang waktu dipanggilnya Abu Nawas. “Abu Nawas, … engkau harus memindahkan istanaku ke atas gunung. Aku mau melihat seluruh negeriku dari istana. Sanggupkah engkau melakukan tugas ini?” tanya Baginda sambil melirik.
Abu Nawas berpikir keras hingga keningnya berkerut. Pikirnya, “Tidak mungkin menolak perintah Baginda kecuali ingin dihukum.”
“Raja Sulaiman pun bisa melakukan ini,” kata Raja mengingatkan Abu Nawas.
Dengan terpaksa Abu Nawas pun menyanggupi proyek aneh itu. “Baiklah Baginda,” katanya berat.

Maka Abu Nawas pun meninggalkan istana dengan hati hati masygul.
Sejak saat itu Abu Nawas dipenuhi perasaan gundah, tak ada hari yang pernah dihadapinya seberat saat ini.
Tepat pada hari kesembilan Abu Nawas tidak lagi merasa gundah. Dan keesokan harinya ia berjalan enteng menuju istana untuk menghadap Baginda. Dengan senang hati Baginda siap mendengarkan Abu Nawas.
“Ampun Tuanku, kedatangan hamba ke sini sebenarnya hanya ingin menyampaikan usul demi memperlancar pekerjaan hamba nanti,” kata Abu Nawas.
“Silakan. Sampikan saja usulmu.”
“Begini. .. Hamba akan memindahkan istana ini tepat pada Hari Raya Idul Qurban. Jadi waktunya kurang dua puluh hari lagi.”
“ Baiklah, .. aku pasti sabar menunggunya,” kata Baginda.
“Ada syarat lagi Baginda …” Abu Nawas cepat-cepat menambahkan.
“Apa lagi? Ayo sampaikan saja,” tanya Baginda.
“Hamba mohon Baginda berkenan menyembelih kurban sepuluh ekor sapi untuk fakir miskin,” kata Abu Nawas.
“Baik! Usulmu kuterima,” kata Baginda menyetujui.

Berita pemindahan istana oleh Abu Nawas pun tersiar luas. Semua orang harap-harap campur cemas, walau hampir seluruh rakyat juga yakin atas kemampuan Abu Nawas.

Tepat pada hari Raya Qurban, saat yang dijanjikan Abu Nawas untuk memindahkan istana ke atas gunung, rakyat pun berbondong-bondong menuju lapangan untuk shalat ied. Sepuluh ekor sapi yang diminta Abu Nawas pun disembelih, kemudian dibagi-bagikan. Kini giliran Abu Nawas untuk melaksanakan tugasnya.
Maka Abu Nawas pun berjalan ke istana diikuti sejumlah besar rakyat. Setiba di depan istana Abu Nawas bertanya pada Baginda Raja, “Ampun Tuanku Yang Mulia, Apakah istana sudah dikosongkan? Tidak ada lagi orang di dalam sana?”
“Beres! Semua sudah keluar,” jawab Raja singkat.
Seterusnya Abu Nawas berjalan beberapa langkah mendekati istana, berdiri memandangi istana itu, kemudian berdiri mematung seperti menunggu sesuatu. Begitu lama Abu Nawas diam menunggu, sampai-sampai Baginda Raja tidak sabar lagi.
“Abu Nawas! .. Kapan kau angkat istanaku?”
“Hamba siap sejak tadi Baginda,” kata Abu Nawas.
“Siap sejak tadi bagaimana? Apa lagi yang kau tunggu?” tanya Baginda heran.
“Hamba menunggu istana ini diangkat oleh seluruh rakyat dan diletakkan di pundak hamba. Nah, .. baru setelah itu hamba memindahkannya ke atas gunung.”
Raja Harun Al Rasyid terpana. Tidak disangkanya Abu Nawas bisa menghindari perintah aneh dengan logis.

0 komentar:

Posting Komentar