Pages

Jumat, 10 Oktober 2014

Lelaki Saleh Pemulia Ibunya


Ketaatan sama ibunya menjadikan dia rela tidak bertemu Rasulullah SAW. Namun, Rasulullah mengabarkan pada para sahabat bahwa Uwais adalah penghuni langit.

Pada zaman Nabi Muhammad SAW, di Negeri Yaman hidup seorang pemuda bernama Uwais Al-Qorni. Pemuda miskin yang hidup bersama ibunya ini dikenal sangat sholeh, disela-sela kesibukannya mencari nafkah sebagai penggembala ternak onta dan domba  milik orang lain, ia tidak lalai merawat dan mengurus ibunya.

Tidak ada lagi sanak famili yang dimiliki dan sejak kecil ia telah yatim. Satu-satunya keluarga yang masih ia miliki hanyalah ibundanya yang sudah tua dan menderita kebutaan dan tuli.

Upah yang ia terima dari menggembala ternak hanya cukup buat hidup dengan ibunya, bila ada kelebihan sering ia berikan kepada tetangganya yang membutuhkan. Oleh karena itu, walaupun ia seorang pemuda miskin namun sangat disenangi dan dihormati oleh tetangganya.

Ajaran Islam yang mendidik dan mengajarkan akhlak yang luhur, dalam waktu yang relatif singkat memperoleh simpati dan telah memiliki penganut yang cukup banyak di Negeri Yaman.

Demikian pula dengan Uwais Al-Qorni, ia telah mengenal dan mengamalkan ajaran tersebut dengan tekun. Adapun cerita tentang Nabi sering ia dengar dari para tetangga yang telah berkunjung ke Madinah. Pada masa itu sudah banyak penduduk Yaman yang berkunjung ke Madinah untuk bertemu Nabi SAW, mereka ingin menerima ajaran langsung dari Beliau saw, yang kemudian akan mereka sebar luaskan setelah kembali di negerinya.

Ketika Uwais Al-Qorni mendengar berita tentang perang uhud, yang menyebabkan Nabi Muhammad SAW mendapat cedera, karena terkena lemparan batu dan giginya patah, maka segera ia menggetok giginya dengan batu hingga patah. Demikianlah kecintaan Uwais Al Qorni terhadap Rasulullah  SAW.

Dorongan cinta dan rindu Uwais Al-Qorni terhadap Nabi membuat dirinya ingin berkunjung ke Madinah untuk menemuainya. “Kapan aku dapat menziarahi Nabi Muhammad SAW dan memandang wajahnya dari dekat, ” kata dia dalam hatinya. Namun di sisi lain ia tidak dapat meninggalkan ibunya begitu saja. Hal ini membuat hatinya gelisah, siang-malam pikirannya diliputi perasaan rindu memandang wajah Nabi saw.

Hingga suatu hari ia datang mendekati ibunya dan menyampaikan isi hatinya tentang rindunya untuk bertemu Nabi SAW, serta memohon agar diperkenankan pergi menziarahi Nabi Muhammad SAW di Madinah.

Mendengar permohonan putranya yang mengharukan itu maka ia-pun memakluminya, “Pergilah wahai Uwais anaku, temuilah Nabi di rumahnya, dan bila telah berjumpa dengannya segeralah engkau kembali pulang”. Mendengar ucapan ibunya yang mengijinkan untuk pergi, Uwais sangat gembiranya hatinya. Maka segera ia berkemas dan menyiapkan keperluan ibunya yang akan ditinggalkannya, sambil berpesan kepada beberapa tetangga dekatnya agar dapat menemani ibunya selama ia pergi.

Setelah berpamitan dan mencium ibunya maka berangkatlah ia menuju Madinah. Perjalanan ia tempuh dengan berjalan kaki dengan melewati perbukitan dan gurun pasir yang sangat luas, dengan alam yang sangat keras serta banyak gangguan, mulai dari penyamun – panasnya gurun pasir di siang hari bagaikan lautan api sedang pada malam hari dinginnya sampai terasa menusuk tulang. Namun hal ini tidak dirasakannya karena kemauannya yang kuat untuk bertemu dan memandang wajah Nabi orang yang selama ini dicintai dan dirindukan.

Tidak diceritakan berapa lama perjalanan yang ia tempuh. Setibanya di Madinah Uwais Al-Qorni segera mencari rumah Nabi Muhammad SAW. Dan untuk menemukan rumah Nabi bukanlah pekerjaan yang sulit. Setelah berada di depan pintu rumah Nabi ia ucapkan “Assalamu’alaikum” dengan khidmat dan sopan, karena tidak segera ada jawaban dari dalam rumah yang terlihat sepi, maka Uwais mengulang ucapan salam hingga beberapa kali. Setelah menunggu beberapa saat barulah ada jawaban dari seorang wanita “wa’alaikum salam” dengan tergopoh-gopoh wanita tersebut menuju pintu untuk menemui Uwais.

Di hadapan wanita tersebut, dengan penuh hormat Uwais menceritakan asal usulnya dan mengutarakan maksudnya. Wanita itu, yang ternyata adalah Siti Aisyah ra menjelaskan bahwa Nabi yang ingin dijumpainya sedang tidak ada di rumah dan entah sampai kapan beliau kembali.

Mendengar penjelasan Siti Aisyah ra tersebut Uwais Al-Qorni terdiam sesaat, hatinya bimbang “Antara ingin menunggu kedatangan Nabi atau segera pulang kembali kepada ibunya”. Uwais bukanlah orang yang mudah terombang-ambing oleh keraguan, rasa tanggung jawab kepada ibunya yang begitu besar, maka ia lebih memilih untuk kembali. Maka dengan sopan santun ia segera mohon diri kepada Siti Aisyah ra untuk segera pulang ke Yaman, ia hanya menitipkan salam untuk Nabi yang sangat dicintainya.

Setelah Nabi Muhammad SAW kembali dan berada di rumahnya, beliau menanyakan orang yang mencarinya. Kemudian Siti Aisyah ra pun menuturkan tentang kedatangan seorang pemuda dari negeri Yaman yang ingin sekali bertemu dengan Nabi, namun pemuda itu tidak bersedia menunggu sampai Nabi kembali sebab ia tidak dapat lama-lama meninggalkan ibundanya.

Nabi menjelaskan mengenai Uwais Al Qorni kepada para sahabat, “Ia adalah penghuni langit bila kalian berjumpa ia, perhatikan ia mempunyai tanda putih di tengah-tengah telapak tangannya”. Setelah itu Nabi memandang kepada Ali ra dan Umar ra dan bersabda, “Suatu ketika, apabila kalian bertemu dengan ia, mintalah doa dan istighfarnya.” Hamdan

0 komentar:

Posting Komentar