Pages

Jumat, 10 Oktober 2014

Ketika Kesucian Ramadhan Dinodai Tradisi Jahiliyah


Ramadhan adalah bulan berkah dan suci. Keberkahan Ramadhan bukan saja bagi umat Islam, namun mengalir ke umat non Muslim. Dan  kesucian Ramadhan tidak layak untuk disambut dengan kebiasaan yang tidak sesuai syariat Islam. Itu dapat menodai kesucian bulan ini.


Hanya dalam hitungan hari, umat Islam akan merasakan euforia Ramadhan tahun ini, bulan rahmat, maghfirah, dan pembebasan. Keistimewaan Ramadhan bukan saja dinikmati oleh umat Islam semata. Lebih dari itu, non muslim pun ikut mendapatkan anugrah bulan suci. Ini sebagai bukti bahwa Islam dan segala syariatnya merupakan  agama Rahmatan Lil Alamin.
Masyarakat Indonesia yang heterogen tak tebang pilih mendapatkan keberkahan Ramadhan. Kemeriahan dan kebersamaan dalam bulan ini dirasakan oleh semua lapisan masyarakat. Kaya, miskin, pejabat, rakyat biasa, muslim, non muslim, semua merasakan indahnya Ramadhan. Sebagai contoh kecil, seluruh pekerja mulai dari Pegawai Negeri Sipil maupun buruh biasa, mendapat keringanan masa jam kerja. Tidak memandang dari agama manapun.
Pada bulan yang mulia ini, orang kaya akan tersentuh hatinya untuk berbagi dengan yang miskin. Dengan mengharap pahala yang berlipat ganda, orang-orang yang mendapat rezeki lebih akan saling berbagi dengan orang yang berekonomi lemah.
Tidak ada yang dapat menggantikan keindahan dan keagungan bulan suci Ramadhan, inilah yang di isyaratkan Allah SWT, dimana secara khusus, bulan suci ini adalah bulan Istimewa bagi umat Islam dan  bulan penghormatan bagi seluruh umat pada umumnya.
Bagi umat Islam, bulan ini adalah bulan yang dimuliakan, karena di dalam bulan ini terjadi banyak sejarah-sejarah Islam yang tidak terlupakan, baik dari turunnya al-Quran maupun dari peperangan dan kemenangan pertama yang diraih kaum muslimin saat perang Badar.
Ramadhan adalah Bulan Sosial
Dari segi tatanan sosial, berkah Ramadhan juga dirasakan dalam hal keamanan, dimana kejahatan akan lebih ter-minimalisir. Kesadaran masyarakat untuk lebih bersabar di bulan ini, sangat membantu sikap-sikap anarkis, baik yang dilakukan oleh golongan ataupun individu.
Diriwayatkan dari Abu Hurairah RA : Rasulullah SAW bersabda : “puasa adalah perisai (dari api neraka). Maka, orang yang berpuasa janganlah berhubungan badan dengan isterinya atau berbuat jahil, dan apabila seseorang memaki atau mengajak berkelahi, katakana kepadanya, “aku sedang berpuasa”. Nabi S.A.W menambah, demi dia yang menggenggam jiwaku, bau mulut orang yg berpuasa lebih harum disisi Allah dari bau misk. (dan inilah perkataan Allah terhadap orang yang sedang berpuasa), ia tidak makan, minum dan meninggalkan nafsunya kerana aku.
Dari sini tergambar, bagaimana hubungan antara puasa dan kehidupan memiliki keterkaitan yang sangat erat. Di bulan ini, suasan sosial yang dinamis sangat kental kentara dikalangan umat Islam. Kesadaran berakhlaqul karimah membentuk generasi untuk berubah kearah yang lebih positif, di bulan ini mereka akan teruji.  Jika dibandingkan dengan bulan-bulan lainnya bisa dilihat sifat saling tolong menolong akan lebih terlihat di bulan suci ini.

Dari segi sosial dapat disimpulkan pengaruh Ramadhan dalam kehidupan:
Pertama, Sosial individu. Kesadaran rajin beribadah kepada Allah yang didukung oleh kegiatan rutinitas ibadah yang mengandung nilai sosial di bulan ini.  Hal ini menjadikan seorang muslim merasa aman dan damai dalam menjalankan kewajiban agama. Berbeda dengan bulan yang lain, dimana godaan akan beribadah sangat besar karena pengaruh lingkungan.
Kedua, dari segi sosial secara global. Terciptanya jalinan antara seseorang dengan orang lain, seperti hubungan antara anggota keluarga yang lebih harmonis saat berbuka atau sahur bersama.  Begitu juga dengan kehidupan bermasyarakat  juga menjadi warna tersendiri saat berada dalam keadaan yang sama: sama-sama menahan lapar dan dahaga, serta didukung oleh ibadah yang dilakukan dengan berjamaah.
Jelas sudah bahwa euforia Ramadhan bukan saja dinikmati oleh orang Islam saja, namun juga bagi non muslim. Hanyasanya dibalik kemuliaan bulan Ibadah ini masih saja ditemukan kelemahan-kelemahan yang cenderung menodai bulan suci ini. Sebagian tradisi masyarakat yang tidak dilatarbelakangi oleh perintah agama masih saja menjadi fenomena yang memprihatinkan untuk menyambut bulan Ramadhan.
Di sebagian daerah tuntutan tradisi masih saja memberatkan kaum muslimin untuk menghadapi bulan ini, seperti ziarah kubur yang selayaknya bisa dilakukan kapan saja, namun sebagian orang terkesan memaksakan untuk membeli bunga untuk berziarah ke makam leluhur demi menyambut bulan yang mulia ini. Tidak ada salahnya  berziarah kubur menjelang Ramadhan, sebagaimana berziarah pada hari-hari lain. hanya saja, tradisi ini perlu diluruskan dengan memberi pemahaman tata cara ziarah kubur sebagaimana tuntunan Rasulullah. Jangan sampai mereka salah niat dan tujuan. Ini sangat riskan karena menyangkut “Aqidah”.
Disisi lain, tak jarang juga ditemukan masyarakat yang berlebihan membeli bahan-bahan makanan untuk persiapan Ramadhan hingga terkesan sebagai perbuatan yang mubadzir, dan masih banyak lagi kebiasaan-kebiasaan umat Islam dalam menyambut bulan Ramadhan yang harus dihindari.
Sebagai umat yang mempercayai bahwa Ramadhan adalah bulan ibadah, sudah selayaknya kaum muslimin menyadari bahwa perbuatan-perbuatan yang tidak dilandasi agama akan merusak niat dalam persiapan menjelang bulan puasa. Rasulullah sendiri menganjurkan, persiapan yang sesungguhnya adalah peningkatan kwalitas ibadah, memperbanyak doa, menjaga kesehatan jasmani dan rohani.  Hal ini dilakukan semata-mata untuk mempersiapkan mental dan fisik untuk menghadapi bulan yang disucikan ini. Bukan dengan perbuatan yang dilarang oleh agama.
Karenanya, harus ada yang mempelopori agar masyarakat menyadari, bahwa Ramadhan bukanlah momen untuk melakukan tradisi-tradisi yang dilarang agama, dan itu harus dirubah kearah tradisi dan kebiasaan Rasulullah dalam menyambut Ramadhan.




0 komentar:

Posting Komentar