Pages

Jumat, 10 Oktober 2014

Fitnah Terhadap Raja


Dikisahkan pada suatu hari Khalifah Harun Al-Rasyid marah besar pada sahabat karibnya, Abu Nawas. Ia ingin menghukum mati Abu Nawas setelah menerima laporan bahwa Abu Nawas mengeluarkan fatwa tidak mau rukuk dan sujud dalam shalat.

Lebih lagi, Harun Al-Rasyid pernah mendengar bahwa Abu Nawas menuduh  dirinya sebagai khalifah yang suka memfitnah. Menurut pembantu-pembantu kerajaan, Abu Nawas layak dipancung karena melanggar syariat Islam dan menyebar fitnah.

Khalifah mulai terpancing. Tapi untung ada seorang pembantunya yang memberi saran, hendaknya Khalifah melakukan pembuktian. Abu Nawas pun dipanggil menghadap Khalifah. Kini, ia menjadi pesakitan.

"Hai Abu Nawas, benar kamu berpendapat tidak rukuk dan sujud dalam salat?" tanya Khalifah ketus.

Abu Nawas menjawab dengan tenang, "Benar paduka"

Khalifah kembali bertanya dengan nada suara yang lebih tinggi, "Benar kamu berkata kepada masyarakat bahwa aku, adalah seorang khalifah yang suka fitnah?"

Abu Nawas menjawab, ”Benar paduka.”

Khalifah berteriak dengan suara menggelegar, "Kamu memang pantas dihukum mati, karena melanggar syariat Islam dan menebarkan tuduhan palsu terhadap khalifah!"

Abu Nawas tersenyum seraya berkata, "Paduka, memang aku tidak menolak bahwa aku telah mengeluarkan dua pendapat tadi, tapi sepertinya kabar yang sampai pada paduka belumlah lengkap. Kata-kataku dipelintir, dijagal, seolah-olah aku berkata salah."

Khalifah berkata dengan sedikit heran, "Apa maksudmu? Jangan membela diri, kau telah mengaku dan mengatakan kabar itu benar adanya."

Abu Nawas beranjak dari duduknya dan menjelaskan dengan tenang, "Paduka, aku memang berkata rukuk dan sujud tidak perlu dalam shalat, tapi dalam shalat apa? Waktu itu aku menjelaskan tata cara shalat jenazah yang memang tidak perlu rukuk dan sujud."

"Bagaimana soal aku yang engkau tuduhkan suka memfitnah?" tanya Khalifah.

Abu Nawas menjawab dengan senyum, "Kalau itu, aku sedang menjelaskan tafsir ayat 28 surat Al-Anfal, yang berbunyi ketahuilah bahwa kekayaan dan anak-anakmu hanyalah fitnah (ujian) bagimu. Sebagai seorang khalifah dan seorang ayah, anda sangat menyukai kekayaan dan anak-anak, berarti anda suka ’fitnah’ (ujian) itu."

Mendengar penjelasan Abu Nawas yang sekaligus kritikan, Khalifah Harun Al-Rasyid tertunduk malu, menyesal dan sadar. Rupanya, kedekatan Abu Nawas dengan Harun Al-Rasyid menyulut iri dan dengki di antara pembantu-pembantunya. Hubungan di antara mereka bukan antara tuan dan hamba. Pembantu-pembantu khalifah yang hasud ingin memisahkan hubungan akrab tersebut dengan memutarbalikkan berita.

0 komentar:

Posting Komentar