Pages

Kamis, 09 Oktober 2014

Muslim Uighur Hadapi Penganiayaan



Pihak berwenang Cina menggunakan kekuatan tentara dan polisi khusus untuk menyerang rumah-rumah Muslim Uighur dan membunuh mereka tanpa izin di provinsi Xinjiang.

“Kami dilarang bicara tentang budaya, pendidikan, dan bahasa kami sendiri,” ujar pemimpin Uighur, Rebiya Kadeer kepada para wartawan selama kunjungannya di Jepang, seperti dilaporkan AFP. “Sekarang kami bertanya ke dunia internasional bagaimana menyelamatkan hidup kami dalam masyarakat kami sendiri.” Kadeer mengatakan bahwa polisi khusus di Xinjiang memiliki hak untuk menyerang rumah Muslim Uighur. “Mereka bisa membunuh dengan mudah, tanpa izin” dari pemerintah, katanya.

Tuduhan itu muncul sehari setelah sebuah pengadilan Cina menghukum 9 Muslim Uighur hingga enam tahun penjara karena mempropagandakan kebencian rasial dan ekstremisme keagamaan. Media pemerintah mengatakan bahwa seorang Muslim Uighur dihukum enam tahun penjara lantaran mengunduh materi jihad dari internet. Delapan orang lainya dijatuhi hukuman antara dua sampai lima tahun penjara karena menghancurkan televisi, yang menurut media pemerintah setempat merupakan bentuk fanatisme terhadap agama.

Pernyataan ini diungkapkan menjelang empat tahun kerusuhan Xinjiang, yang menewaskan hampir 200 orang. Pihak berwenang Cina telah menghukum sekitar 200 orang yang sebagian besar warga Uighur atas tuduhan kerusuhan, di antaranya 26 orang dijatuhi hukuman mati. Muslim Uighur adalah warga minoritas yang berbahasa Turki. Populasinya sekitar delapan juta orang yang tersebar di barat laut provinsi Xinjiang.

Xinjiang, yang disebut Turkestan Timur oleh para aktivis, menjadi provinsi dengan otonomi khusus sejak tahun 1955, namun selalu menjadi objek tindak kekerasan pihak keamanan pemerintah Cina. Kelompok-kelompok HAM menuduh pihak berwenang Cina melakukan tindakan represi keagamaan terhadap Muslim Uighur di Xinjiang atas nama terorisme.

Kadeer menuduh pemerintah Cina sedang mengkampanyekan pembersihan etnis Muslim Uighur di Xinjiang. “Saya berharap dunia internasional tidak berdiam diri atas tindakan pemusnahan etnis kami,” katanya. Kadeer mengatakan bahwa media-media Cina melabeli Muslim Uighur dengan sebutan “teroris” karena mereka memiliki pisau, yang menurut Kadeer digunakan untuk memotong sayur-mayur. Pada April lalu, 21 orang tewas dalam bentrokan di Xinjiang, termasuk petugas polisi.

Media pemerintah Cina mengatakan baku tembak pecah saat kejadian setelah polisi mencoba untuk mencari rumah penduduk setempat yang dicurigai memiliki pisau ilegal. Beijing mengatakan enam “teroris” dan 15 polisi serta pekerja lainnya tewas -10 di antaranya Muslim Uighur.

Kadeer mengatakan Cina telah menggunakan militer untuk melakukan pembunuhan di Xinjiang. “Petugas keamanan menggeledah rumah masyarakat setempat, kemudian polisi mengontak tentara,” kata pemimpin Uighur. “Polisi dan tentara bekerja sama dalam pembunuhan di daerah itu,” katanya, seraya menambahkan bahwa militer juga menggunakan bahan peledak.

“Kami melihat beberapa video mengenai daerah di mana peristiwa itu terjadi, kami tidak melihat seorang pun di daerah itu. Hanya terlihat bekas pembakaran dan reruntuhan rumah.” Muslim Uighur menuduh upaya penyelesaian pemerintah terhadap jutaan etnis Han bertujuan menghapuskan identitas dan budaya mereka.

Para pengamat mengatakan bahwa kebijakan mengenai etnis Han di Xinjiang bertujuan meneguhkan otoritas Beijing lantaran meningkatnya populasi etnis Han yang tadinya hanya lima persen di tahun 1940 menjadi 40 persen pada saat ini. Selain itu juga, Beijing memandang wilayah Xinjiang sebagai aset berharga dan tak ternilai karena lokasinya yang strategis di Asia Tengah, juga cadangan minyak dan gas yang melimpah.

Sofwan

0 komentar:

Posting Komentar